PENDAHULUAN
Kegiatan manusia seiring dengan kebutuhan dasar manusia dengan manusia lainnya atau sistem kebutuhan lainnya seperti alat perhubungan yang disebut dengan alat transportasi. Dengan adanya alat transportasi, maka pergerakan lalu lintas akan menjadi lebih cepat, aman, nyaman dan terintegrasi. Sarana transportasi atau lebih dikenal dengan alat angkut berkembang mengikuti fenomena yang timbul akibat penggalian sumberdaya seperti penemuan teknologi baru, perkembangan struktur masyarakat, dan peningkatan pertumbuhan.
Perencanaan wilayah yang baik merupakan perencanaan yang mempunyai tujuan membentuk wilayah yang sustainable development. Namun, dalam tahap perencanaan menuju sustainable development ini terdapat beberapa masalah signifikan yang selalu menjadi hambatan di beberapa wilayah bahkan negara sekalipun. Salah satu aspek yang memiliki banyak masalah yaitu transportasi.
Transportasi secara umum memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional, yaitu sebagai penunjang, penggerak dan pendorong serta berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Sebagai sektor pendukung pembangunan perekonomian, peranan transportasi adalah dalam melayani mobilitas manusia maupun distribusi komoditi perdagangan dan industri dari satu tempat ke tempat lainnya. Transportasi juga berfungsi untuk menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antarwilayah, antarperkotaan dan antarperdesaan serta untuk mempercepat pengembangan wilayah dan mempererat hubungan antarwilayah NKRI. Sehingga dapat mempererat keutuhan bangsa dan negara dalam segala aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, dan keamanan untuk mewujudkan wawasan nusantara. Bahkan, sektor ini mampu mengungkit wilayah-wilayah terpencil dengan dibukanya jalan melalui wilayah terpencil tersebut.
Transportasi merupakan sektor yang cukup komplek. Beberapa aktifitas yang termasuk dalam sektor transportasi adalah transportasi darat (angkutan kereta api, lalu litas angkutan jalan, dan angkutan sungai danau serta penyeberangan), transportasi laut, transportasi udara, dan jasa penunjang angkutan, serta prasarana jalan. Berbagai aktivitas tersebut memiliki karakteristik yang berbeda tetapi juga memiliki bobot dalam menunjang pembangunan daerah tergantung dari struktur perekonomian dan distribusi penduduk serta distribusi pendapatan.
Belakangan ini transportasi sering dikaitkan dengan isu-isu adanya dampak terhadap lingkungan. Isu mengenai dampak lingkungan tersebut mengemuka sejak mobil berbahan bakar fosil populer digunakan oleh masyarakat umum. Hal itu dikarenakan transportasi merupakan penyumbang polusi udara terbesar dari jenis kegiatan manusia lainnya. Sektor transportasi berkontribusi menyumbangkan 23 % CO (Carbon monoxide/green house gas). Kebutuhan masyarakat akan transportasi sulit untuk dihilangkan. Oleh karena itu sangat dibutuhkan suatu transportasi berkelanjutan untuk mengatasi isu-isu tersebut. Keberlanjutan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka menyambut masa depan yang lebih baik untuk generasi yang akan datang. Konsep transportasi berkelanjutan dipilih karena dirasa mampu untuk memecahkan permasalahan transportasi di negara Indonesia. Keberlanjutan merupakan upaya pemanfaatan SDA dengan tidak mengesampingkan aspek ekonomi sosial dan lingkungan. Tiga pilar ini harus seimbang agar tercipta suatu pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), sehingga semua hal baik juga bisa dinikmati bukan hanya saat ini tetapi juga masa datang untuk para generasi.
Pengoptimalan transportasi publik dapat menjadi salah satu alternatif untuk mewujudkan transportasi yang berkelanjutan. Namun, yang menjadi permasalahan adalah semakin tingginya keinginan masyarakat untuk beralih menggunakan kendaraan pribadi daripada harus menggunakan transportasi umum seiring dengan rendahnya tingkat kenyamanan dan keamanan yang terdapat pada alat transportasi umum . Kerumitan dalam transportasi publik bukan hanya menjadi masalah pemerintah dan operator saja, melainkan juga masyarakat. Fenomena yang muncul akhir-akhir ini mengedepankan wajah transportasi publik yang kurang memberikan rasa aman, nyaman dan terjangkau, dan masih mengesankan biaya sosial dan ekonomi tinggi. Hal ini berakibat pada peminggiran masyarakat secara tidak langsung untuk melakukan mobilitasnya.
Manfaat terbesar bagi pengendara dan bukan pengendara dari peningkatan perbaikan transportasi publik akan sangat membantu mengurangi kemacetan jalan, polusi udara, serta konsumsi minyak dan energi. Kota merupakan sebuah ciptaan yang bertujuan untuk memaksimalkan pertukaran (barang-barang, jasa, hubung-an persahabatan, pengetahuan dan gagasan), serta meminimalisasi perjalanan. Peran transportasi adalah untuk memaksimalkan kegiatan pertukaran tersebut.
Kajian tentang transportasi bisa dilakukan dari berbagai perspektif, yaitu dari lingkup pelayanan spasialnya yang menjadi dasar bagi birokrasi dalam membagi kewenangan pengaturan penyelenggaraan transportasi. Transportasi dipilah menjadi transportasi privat dan publik. Transportasi publik dapat diartikan sebagai angkutan umum, baik orang maupun barang, dan pergerakan dilakukan dengan moda tertentu dengan cara membayar. Fenomena transportasi publik terkait dengan logika modernisasi dan kapitalisme. Fenomena mencuatnya persoalan transportasi publik di kota-kota besar di Indonesia saat ini tidak dapat diselesaikan secara teknis saja. Pergeseran pola perilaku masyarakat dengan adanya angkutan massal, berupa bus way, kereta api misalnya dapat dimaknai sebagai suatu perubahan yang cukup berarti dalam pemilihan moda transportasi oleh masyarakat. Bagi pengguna jasa transportasi dengan adanya angkutan massal berarti ada perubahan menyangkut pola mobilitas penduduk, pola perilaku bertransportasi.
Bagi pemerintah penyelenggaraan transportasi publik berarti adanya pemerintah membuat kebijakan untuk pengadaan transportasi itu mulai dari yang bersifat teknis, sosiologis hingga politis, seperti pengadaan lahan, penataan ruang, modal, dan sebagainya. Untuk membangun sistem transportasi publik berkelanjutan perlu adanya revitalisasi dalam semua aspek yang berkaitan dengan transportasi publik. Pemerintah kota berperan penting dalam membuat perencanaan dan implementasi kebijakan transportasi publik.
Berbagai kebijakan yang mempengaruhi masalah transportasi harus di harmonisasikan, sehingga keduanya dapat berjalan seiring, misalnya, program untuk mendorong penggunaan transit massa dan mengurangi perjalanan dengan mobil berpenumpang satu (single-occupant car travel). Hal penting lainnya adalah meningkatkan integrasi transportasi dan perencanaan pemanfaatan lahan. Peningkatan dalam elemen tunggal dan terpisah dari sistem transit atau rencana transportasi. Sedangkan pendekatan sistematis dapat memunculkan energi untuk memperkuat sistem transportasi.dan memperbaikinya.
Isu NMT (Non Motorize Transportation) belum dimunculkan secara tegas, padahal NMT dapat menjadi solusi banyak hal dari tingginya angka kecelakaan lalu lintas, konsumsi bahan bakar yang berdampak pada penciptaan langit bersih, serta aksesibilitas bagi kaum miskin untuk melakukan mobilitas secara lebih murah. Sistem transportasi yang sekarang telah membuat golongan miskin mengeluarkan 20% - 40% pendapatan untuk transportasi. Sektor swasta harus dilibatkan. Kendaraan dan bahan bakar diproduksi dalam jumlah besar oleh pihak swasta. Sedangkan beberapa perusahaan bahan bakar publik sangat dikenal dengan kelambanannya dalam merespon permintaan pembersihan lingkungan. Memberi kesempatan pada sektor swasta untuk berkembang, memproduksi dan menjual teknologi yang diperlukan untuk transportasi bersih merupakan kunci dalam menuju transportasi berkelanjutan.
Transportasi perkotaan yang bertumpu pada mobil bukanlah jalur pengembangan yang berkesinambungan, tidak pula fungsi perkotaan atau lingkungan. Hanya transportasi publik yang bisa menjamin mobilitas di kota-kota besar. Dan hanya dengan mempertahankan kondisi yang baik untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda yang bisa mempertahankan tingkat kualitas perkotaan yang memuaskan.
TINJAUAN TEORI
Transportasi berkelanjutan adalah sebuah konsep yang dikembangkan sebagai suatu antithesis terhadap kegagalan kebijakan, praktek dan kinerja sistem transportasi yang dikembangkan selama kurang lebih 50 tahun terakhir. Istilah transportasi berkelanjutan sendiri berkembang sejalan dengan munculnya terminologi pembangunan berkelanjutan pada tahun 1987 (World Commission on Environment and Development, United Nation).
Sistem transportasi berkelanjutan lebih mudah terwujud pada sistem transportasi yang berbasis pada penggunaan angkutan umum dibandingkan dengan sistem yang berbasis pada penggunaan kendaraan pribadi. Sistem transportasi berkelanjutan merupakan tatanan baru sistem transportasi di era globalisasi saat ini. Persoalan transportasi menjadi persoalan yang memerlukan perhatian dan kajian dari berbagai perespektif ilmu (Schipper, 2002:11 -25). Pada awal penyelenggarapemerintahan mau menerapkan sistem transportasi berkelanjutan ( sustainable transportation).
A. Pengertian Transportasi Berkelanjutan
Secara khusus transportasi berkelanjutan diartikan sebagai “upaya untuk memenuhi kebutuhan mobilitas transportasi generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya”.
OECD (1994) juga mengeluarkan definisi yang sedikit berbeda yaitu:
“Transportasi berkelanjutan merupakan suatu transportasi yang tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan mobilitas yang ada secara konsisten dengan memperhatikan: (a) penggunaan sumberdaya terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat regenerasinya; dan (b) penggunaan sumber daya tidak terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat pengembangan sumberdaya alternatif yang terbarukan.”
Menurut The centre of sustainable transportation Canada (2002, 1) definisi sustainable transportation adalah Memberikan akses utama/dasar yang dibutuhkan oleh individu dan masyarakat agar keamanannya lebih terjaga dan cara yang sesuai dengan manusia dan kesehatan ekosistem, dan dengan keadilan dalam dan antar generasi
Dapat menghasilkan, mengoperasikan secara efisien. Memberikan pilihan moda trasportasi dan mendukung pergerakan aspek ekonomi. Membatasi emisi, dan pemborosan dalam kemampuan planet untuk menyerapnya, meminimalkan penggunaan sumber daya yang tidak bisa diperbarui, membatasi penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbarui agar kualitasnya tetap terjaga.menggunakan dan memperbarui bagian-bagiannya, dan meminimalkan penggunaan lahan dan produksi yang menyebabkan kegaduhan.
Sedangkan berdasarkan Brundtland Commission dalam CAI-Asia (2005: 11) definisi dari sustainable transportation dapat diartikan sebagai kumpulan kegiatan transportasi bersama dengan infrastruktur yang tidak meninggalkan masalah atau biaya-biaya untuk generasi mendatang guna menyelesaikannya dan menanggungnya. Definisi yang lebih resmi telah lebih awal dikeluarkan oleh the world bank (1996) yang menyatakan secara konseptual, sustainable transportation adalah transportasi yang melayani tujuan utama sebagai penggerak ekonomi wilayah perkotaan dan perkembangan sosial.
Dengan demikian, secara umum konsep transportasi berkelanjutan merupakan gerakan yang mendorong penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam upaya memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat. Dalam konteks perencanaan kota, konsep ini diterjemahkan sebagai upaya peningkatan fasilitas bagi komunitas bersepeda, pejalan kaki, fasilitas komunikasi, maupun penyediaan transportasi umum massal yang murah dan ramah lingkungan seperti KA listrik maupun angkutan umum lainnya yang dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, khususnya di kawasan CBD.
Di samping itu, konsep transportasi berkelanjutan juga mendorong upaya pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk mengurangi kebutuhan pergerakan orang dan barang melalui penerapan konsep tele-conference, tele-working, tele-shopping, tele-commuting, maupun pengembangan kawasan terpadu di perkotaan yang dapat mengurangi kebutuhan mobilitas penduduk antar kawasan seperti Transit Oriented Development (TOD).
B. Visi Misi Transportasi Berkelanjutan
Menurut the centre for sustainable Transportation (2002) visi dari sutainable transport adalah:
Ø Focus an access: dalam sustainable transportation harus memperhatikan pengguna trasnportasi, baik akses terhadap barang, jasa dan peluang sosial terutama pada pengguna/masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
Ø Non-motorized transportation: semakin banyaknya kendaraan bermotor membuat masyarakat jenuh akan kepadatan jalan raya dan polusi yang dikeluarkan setiap harinya. Sehingga berjalan, bersepeda, rollerblade dan moda transportasi non-motorized lainnya lebih dipilih masyarakat karena lebih menyenangkan dan ramah lingkungan.
Ø Motorized transportation by current means: transportasi bermotor saat ini mirip dengan transportasi pada tahun 2000 awal, namun kendaraan yang digunakan pada sustainable transportation saat ini jauh lebih hemat dalam mengeluarkan energi. Selain itu, penggunaan kendaraan tersebut juga harus didukung oleh tata letak dan desain tata ruang kota.
Ø Motorized transportation by potential means: beberapa akses transportasi saat ini menggunakan teknologi yang berbeda. Bahan bakar yang digunakan menggunakan bahan bakar terbarukan, seperti sumber daya hydrogen yang dihasilkan dari energy surya, sistem transportasi jalan raya otomatis, layanan kereta api maglev.
Ø Movement of goods: Pergerakan barang menggunakan moda transportasi harus sesuai dengan ukuran dan jarak pengiriman dan harus meminimalkan emisi yang dihasilkan.
Ø Less need for movement of people and goods: jarak tempuh kendaraan bermotor lebih pendek misalnya dengan adanya compact city, sehingga akses ke setiap fungsi guna lahan bisa dicapai dengan jarak yang lebih dekat.
Ø Little or no impact on the environment and on human health: emisi kendaraan lebih rendah serta tidak adanya dampak global transportasi terhadap lingkungan sehingga masyarakat tidak khawatir jika pengaruh transportasi akan mengganggu kesehatan mereka lagi.
Ø Methods of attaining and sustaining the vision: harus diadakannya kebijakan yang ketat akan penerapan sustainable transportation.
Ø Non-urban areas: daerah pedesaan bisa memberi kontribusi positif terhadap transportasi perkotaan.
Ø Date of attainment: adanya target waktu baik jangka panjang ataupun pendek.
Berdasarkan visi sustainable transportation yang harus dicapai, maka diperlukan adanya upaya atau misi dalam pencapaian visi tersebut. Mengingat transportasi terdiri dari tiga pilar penting, yaitu sosial, lingkungan dan ekonomi, maka upaya menuju sustainable transportation harus meliputi ketiga pilar tersebut juga.
C. Prinsip Sistem Transportasi Berkelanjutan
A.R. Barter Tamim Raad dalam bukunya Taking Steps: A Community Action Guide to People-Centred, Equitable and Sustainable Urban Transport menyebutkan, bahwa sistem transportasi berkelanjutan harus memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Aksesibilitas untuk semua orang
Sistem transportasi yang berkelanjutan harus dapat menjamin adanya akses bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk para penyandang cacat, kanak-kanak dan lansia, untuk mendapatkan –paling tidak— kebutuhan dasarnya seperti kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan
2. Kesetaraan sosial
Sistem transportasi selayaknya tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat tingkat atas, yaitu dengan mengutamakan pembangunan jalan raya dan jalan tol semata. Penyediaan sarana angkutan umum yang terjangkau dan memiliki jaringan yang baik merupakan bentuk pemenuhan kesetaraan sosial, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan transportasi yang diberikan.
3. Keberlanjutan lingkungan
Sistem transportasi harus seminimal mungkin memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, sistem transportasi yang berkelanjutan harus mempertimbangkan jenis bahan bakar yang digunakan selain efisiensi dan kinerja dari kendaraan itu sendiri. Kombinasi dan integrasi dengan moda angkutan tak bermotor, termasuk berjalan kaki, dan moda angkutan umum (masal) merupakan upaya untuk mempertahankan keberlanjutan lingkungan dengan meminimalkan dampak lingkungan.
4. Kesehatan dan keselamatan
Sistem transportasi yang berkelanjutan harus dapat menekan dampak terhadap kesehatan dan keselamatan. Secara umum, sekitar 70% pencemaran udara dihasilkan oleh kegiatan transportasi dan ini secara langsung, maupun tidak langsung, memberikan dampak terhadap kesehatan terutama terhadap sistem pernafasan. Di sisi lain, kecelakaan di jalan raya mengakibatkan kematian sekitar 500 ribu orang per tahun dan mengakibatkan cedera berat bagi lebih dari 50 juta lainnya. Jika hal ini tidak ditanggulangi, dengan semakin meningkatnya aktivitas transportasi dan lalu lintas akan semakin bertambah pula korban yang jatuh.
5. Partisipasi masyarakat dan transparansi
Sistem transportasi disediakan untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat harus diberikan porsi yang cukup untuk ikut menentukan moda transportasi yang digunakan serta terlibat dalam proses pengadaannya. Bukan hanya masyarakat yang telah memiliki fasilitas seperti motor atau mobil yang dilibatkan, melainkan juga mereka yang tidak memiliki fasilitas namun tetap memerlukan mobilitas dalam kesehariannya. Partisipasi ini perlu terus diperkuat agar suara mereka dapat diperhitungkan dalam proses perencanaan, implementasi dan pengelolaan sistem transportasi kota. Transparansi merupakan satu hal penting yang tidak boleh ditinggalkan. Keterbukaan dan ketersediaan informasi selama proses merupakan penjamin terlaksananya sistem yang baik dan memihak pada masyarakat.
6. Biaya rendah dan ekonomis
Sistem transportasi yang berkelanjutan tidak terfokus pada akses bagi kendaraan bermotor semata melainkan terfokus pada seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, sistem transportasi yang baik adalah yang berbiaya rendah (ekonomis) dan terjangkau. Dengan memperhatikan faktor ini, bukan berarti seluruh pelayanan memiliki kualitas yang sama persis. Beberapa kelas pelayanan dapat diberikan dengan mempertimbangkan biaya operasi dan keterjangkauannya bagi kelas masyarakat yang dituju. Bukan biaya rendah yang menjadi kunci semata melainkan ekonomis dan keterjangkauannya.
7. Informasi
Msyarakat harus terlibat secara aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan serta pengelolaan sistem transportasi. Untuk itu, masyarakat harus memahami latar belakang pemilihan sistem transportasi serta kebijakannya. Ini juga merupakan bagian untuk menjamin proses transparansi dalam perencanaan, implementasi dan pengelolaan transportasi kota.
8. Advokasi
Advokasi merupakan komponen penting untuk memastikan terlaksananya sistem transportasi yang tidak lagi memihak pada pengguna kendaraan bermotor pribadi semata melainkan memihak pada kepentingan orang banyak. Di banyak kota besar, seperti Tokyo, London, Toronto dan Perth, advokasi masyarakat mengenai sistem transportasi berkelanjutan telah mampu mengubah sistem transportasi kota sejak tahap perencanaan. Advokasi dapat dilakukan oleh berbagai pihak dan dalam berbagai bentuk. Penguatan bagi pengguna angkutan umum misalnya, akan sangat membantu dalam mengelola sistem transportasi umum yang aman dan nyaman.
9. Peningkatan kapasitas
Pembuat kebijakan dalam sektor transportasi perlu mendapatkan peningkatan kapasitas untuk dapat memahami paradigma baru dalam pengadaan sistem transportasi yang lebih bersahabat, memihak pada kepentingan masyarakat dan tidak lagi tergantung pada pemanfaatan kendaraan bermotor pribadi semata.
10.Jejaring kerja
Jejaring kerja dari berbagai stakeholder sangat diperlukan terutama sebagai ajang bertukar informasi dan pengalaman untuk dapat menerapkan sistem transportasi kota yang berkelanjutan.
D. Isu-isu penting dalam Transportasi Berkelanjutan
Beberapa isu penting yang menjadi dasar dalam menciptakan transportasi berkelanjutan, yaitu:
Ø Aksesibilitas bukan mobilitas
Bahwa yang perlu disediakan adalah bagaimana menciptakan aksesibilitas khususnya terhadap aksesibilitas terhadap penggunaan angkutan umum, bukan terhadap pengguna angkutan pribadi. Dengan demikian akan mendorong pengguna kendaraan pribadi untuk menggunakan angkutan umum dengan langkah-langkah membatasi akses terhadap parkir kendaraan pribadi.
Ø Transportasi orang bukan kendaraan pribadi
Salah satu prinsip penting yang perlu didorong adalah bagaimana kebijakan harus diarahkan untuk menciptakan keberpihakan terhadap pelayanan angkutan orang yang menggunakan angkutan umum dan kebijakan yang tidak mendukung penggunaan kendaraan pribadi dan menyulitkan masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi.
Ø Manfaatkan lahan untuk kepentingan umum
Lahan perkotaan sebaiknya digunakan seluas-luasnya untuk kepentingan masyarakat bukan untuk jalan bagi kendaraan pribadi, ataupun untuk tempat parkir, tetapi lebih banyak digunakan untuk tempat berjalan kaki, membangun kawasan pejalan kaki, bersepeda ataupun tempat bermain untuk anak-anak yang lebih ramah terhadap lingkungan serta bisa menurunkan angka kecelakaan secara nyata.
Ø Hentikan subsidi untuk kendaraan pribadi
Subsidi untuk kendaraan pribadi sangatlah besar, khususnya subsidi yang diberikan pemerintah untuk bahan bakar, untuk pembangunan infrastruktur jalan, membangun tempat parkir maupun prasarana lain untuk mendukung penggunaan kendaraan pribadi yang tidak efisien. Subsidi ini sebaiknya malah dialokasikan untuk membangun angkutan umum dan mendukung operasional angkutan umum yang lebih efisien dalam penggunaan ruang, penggunaan bahan bakar dan sumber daya lainnya.
E. Upaya Mewujudkan Transportasi Berkelanjutan
Upaya mewujudkan transportasi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan pada dasarnya dapat dilakukan dengan upaya mencegah terjadinya perjalanan yang tidak perlu (unnecessary mobility) atau dengan penggunaan teknologi angkutan yang dapat mengurangi dampak lingkungan akibat kendaraan bermotor.
Bentuk-bentuk yang terkait dengan upaya pencegahan atau pengurangan jumlah perjalanan yang tidak perlu dapat berupa :
· Pengembangan kawasan terpadu yang masuk kategori compact city seperti kawasan super-block, kawasan mix-used zone, maupun transit-oriented development.
· Melakukan manajemen kebutuhan transport (TDM- Transport Demand Management).
Transport Demand Management (TDM) dilakukan melalui penerapan kebijakan dan strategi transportasi untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mendistribusikan beban transportasi yang ada ke dalam moda transport, lokasi dan waktu berbeda. Upaya ini dianggap merupakan penanganan transportasi yang relatif murah untuk meningkatkan tingkat pelayanan jaringan transportasi. Dengan demikian penerapan TDM juga diharapkan dapat menghasilkan kondisi lingkungan yang lebih baik, meningkatkan kesehatan publik, yang pada akhirnya dapat mendorong kesejahteraan masyarakat dan tingkat kelayakan huni suatu kota.
Beberapa bentuk penerapan TDM yang mungkin dilakukan adalah:
Ø Mendorong peningkatan okupansi kendaraan melalui kebijakan ride-sharing, three-in-one, car-pooling dan lain-lain.
Ø Menyediakan sarana angkutan umum yang cepat, murah dan nyaman yang dapat menjangkau seluruh bagian kota.
Ø Menyediakan fasilitas untuk mendorong penggunaan sarana angkutan tak bermotor seperti jalur sepeda, jalur pejalan kaki yang dapat mengurangi ketergantungan kepada kendaraan bermotor.
Ø Menerapkan jam kerja yang lebih fleksibel atau penggeseran waktu kerja (staggering work hours) dan pemisahan waktu kerja dan sekolah untuk mengurangi beban lalulintas pada jam puncak.
Ø Membatasi penggunaan kendaraan pribadi melalui penerapan pembatasan plat nomor kendaraan yang dapat dioperasikan pada kawasan atau waktu tertentu.
Ø Menerapkan congestion pricing, pengenaan tarif parkir yang tinggi pada kawasan-kawasan CBD untuk memberikan disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi.
E. Jenis Sarana Transportasi Berkelanjutan
Sarana transportasi yang dikembangkan untuk mengurangi dampak lingkungan akibat transportasi seperti kebisingan dan polusi udara umumnya mengarah ke penggunaan kendaraan tidak bermotor maupun penggunaan bahan bakar terbarukan seperti sinar matahari, listrik dll. Bentuk-bentuk moda angkutan yang ramah lingkungan antara lain:
Ø Pedestrian.
Penyediaan sarana dan jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Jarak optimum yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki umumnya adalah sekitar 400-500 meter.
Ø Sepeda.
Sekarang dikembangkan kelompok-kelompok masyarakat yang mengusung ide penggunaan sepeda sebagai alternatif alat transportasi yang ramah lingkungan seperti gerakan Bike-to-Work (B2W). Sepeda dapat digunakan dengan kecepatan rata-rata 20 km/jam dan daya jelajah sekitar 1-5 kilometer.
Ø Sepeda Listrik.
Alternatif lain dari sepeda manual adalah sepeda yang digerakkan dengan tenaga listrik baterai yang dapat diisi ulang. Di samping lebih hemat biaya, sepeda ini juga tidak menimbulkan kebisingan dalam penggunaannya dibandingkan sepeda motor. Kecepatan berkendaraan maksimum jenis sepeda ini adalah sekitar 40-60 km/jam dengan daya jelajah hingga 60 km.
Ø Kendaraan Hybrid.
Adalah kendaraan yang dikembangkan dari bahan yang ultra-ringan tapi sangat kuat seperti komposit. Sumber tenaga kendaraan jenis ini umumnya merupakan campuran antara bahan bakar minyak dan listrik yang dibangkitkan dari putaran mesin kendaraan melalui teknologi rechargeable energy storage system (RESS). Kendaraan jenis ini diklaim sebagai memiliki tingkat polusi dan penggunaan bahan bakar yang rendah.
Ø Kendaraan berbahan bakar alternatif.
Beberapa teknologi bahan bakar alternatif seperti biodiesel, ethanol, hydrogen atau kendaraan dengan teknologi yang dapat menggunakan 2 jenis bahan bakar secara bergantian (flexible fuel vehicle).
Ø Kendaraan hypercar.
Kendaraan jenis ini memiliki fitur konstruksi yang sangat ringan, desain yang aerodinamis, penggerak berbahan bakar hybrid dan beban aksesoris yang minimal.
F. Strategi Penerapan Transportasi Berkelanjutan
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menuju transportasi berkelanjutan yaitu:
Ø Mengurangi kemacetan dapat ditempuh dengan:
· Informasi transportasi dan manajement
· Managemen mobilitas
· Pembatasan akses
· Promosi angkutan umum
· Distribusi barang dan logistic
· Manajemen parkir
· Road pricing
Ø Menurunkan penggunaan enerji dan emisi gas buang, dapat ditempuh dengan:
· Manajemen mobilitas
· Promosi penggunaan sepeda dan kendaraan tidak bermotor
· Kekantor bareng yang di negara-negara maju dikenal sebagai Car pooling,
· Bahan bakar yang bersih dan berwawasan lingkungan seperti penggunaan bahan bakar nabati, bahan bakar gas, kendaraan listrik serta kendaraan yg bersih lainnya seperti hibrida.
· Promosi angkutan umum yang lebih gencar agar pemakai kendaraan pribadi mau beralih ke angkutan umum.
· Penerapan retribusi pengendalian lalu lintas serta berbagai kebijakan tarif dan fiskal lainnya.
Ø Penurunan emisi local dan peningkatan kualitas hidup dipusat kota, dapat ditempuh dengan:
· Pembatasan akses
· Distribusi barang dan logistic
· Manajemen parkir
Ø Peningkatan efisiensi transportasi, dapat ditempuh dengan:
· Integrasi angkutan multi modal
· Manajemen mobilitas
· Promosi penggunaan sepeda
· Bareng kekantor
· Pembatasan akses
· Promosi penggunaan angkutan umum
· Road pricing
Ø Meningkatan daya saing angkutan umum terhadap kendaraan pribadi, dapat ditempuh dengan:
· Sistem informasi transportasi
· Integrasi angkutan multi moda
· Manajemen mobilitas
· Bareng kekantor
· Pembatasan akses
· Promosi penggunaan angkutan umum
· Road pricing
Ø Kurangi tekanan parkir, dapat ditempuh dengan:
· Dorong penggunaan sepeda
· Bareng kekantor
· Manajemen mobilitas
· Manajemen parkir
TELAAH
Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi sebagai urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sistem jaringan transportasi dapat dilihat dari segi efektivitas, dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi serta dari segi efisiensi dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan sistem transportasi. Oleh karena itu, pengembangan transportasi sangat penting artinya dalam menunjang dan menggerakkan dinamika pembangunan, karena transportasi berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah. Transportasi juga memiliki fungsi strategis dalam merekat integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika dilihat dari aspek kepentingan publik, sistem transportasi yang meliputi transportasi darat, laut dan udara mengemban fungsi pelayanan publik dalam skala domestik maupun internasional. Pengembangan transportasi harus didasarkan pada pengembangan yang berkelanjutan (sustainability), yaitu melihat jauh ke depan, berdasarkan perencanaan jangka panjang yang komprehensif dan berwawasan lingkungan. Perencanaan jangka pendek harus didasarkan pada pandangan jangka panjang, sehingga tidak terjadi perencanaan “bongkar-pasang”.
Transportasi merupakan komponen utama dalam sistem hidup dan kehidupan, sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Kondisi sosial demografis wilayah memiliki pengaruh terhadap kinerja transportasi di wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk akan memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan transportasi melayani kebutuhan masyarakat. Di perkotaan, kecenderungan yang terjadi adalah meningkatnya jumlah penduduk yang tinggi karena tingkat kelahiran maupun urbanisasi. Realitas transportasi publik dari kota-kota besar di Indonesia sudah menunjukkan kerumitan persoalan transportasi publik. Kerumitan persoalan itu menyatu dengan variabel pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, jumlah kendaraan bermotor yang bertambah melebihi kapasitas jalan, dan perilaku masyarakat yang masih mengabaikan peraturan berlalu lintas di jalan raya. Kegagalan sistem transportasi mengganggu perkembangan suatu wilayah atau kota, mempengaruhi efisiensi ekonomi perkotaan, bahkan kerugian lainnya. Isu-isu ketidaksepadanan misalnya, dapat berakibat pada masalah sosial, kemiskinan ( urban/rural poverty) dan kecemburuan sosial. Dampak dari kegagalan sistem transportasi antara lain pembangunan jalan yang menyingkirkan masyarakat akibat pembebasan lahan, perambahan ruang-ruang jalan oleh pedagang kaki lima, penggunaan ruang jalan untuk parkir secara ilegal, dan makin terpinggirkannya angkutan-angkutan tradisional seperti becak dan semacamnya yang berpotensi menciptakan kemiskinan kota. Kemiskinan telah menjerat kelompok masyarakat berpenghasilan rendah akibat dari sistem transportasi yang tidak mampu melindungi mereka. Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh pada pola pengembangan perkotaan. Pengembangan transportasi dan tata guna lahan memainkan peranan penting dalam kebijakan dan program pemerintah. Pengembangan infrastruktur dalam sektor transportasi pada akhirnya menimbulkan biaya tinggi. Keterlibatan masyarakat dalam pembenahan atau restrukturisasi sektor transportasi menjadi hal yang mendesak.
Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah perencanaan wilayah dan kota. Perencanaan kota tanpa mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjadi sebagai akibat dari perencanaan itu sendiri, nantinya akan menimbulkan keruwetan lalu lintas di kemudian hari, yang dapat berakibat dengan meningkatnya kemacetan lalu lintas, dan akhirnya meningkatnya pencemaran udara.
Beberapa upaya dalam rangka penerapan rekayasa dan pengelolaan lalu lintas, antara lain perbaikan sistem lampu lalu lintas dan jaringan jalan, kebijaksanaan perparkiran, serta pelayanan angkutan umum.
Rencana tataguna lahan dalam perencanaan wilayah dan kota dipengaruhi oleh rencana pola jaringan jalan, yang akan merupakan pengatur lalu lintas. Jadi ada kaitan antara perencanaan kota dengan perencanaan transportasi. Perencanaan kota mempersiapkan kota untuk menghadapi perkembangan dan mencegah timbulnya berbagai persoalan, agar kota menjadi suatu tempat kehidupan yang layak. Perencanaan transportasi mempunyai sasaran mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan orang maupun barang bergerak dengan aman, murah, cepat, dan nyaman. Jelas, bahwa perencanaan sistem transportasi akan berdampak terhadap penataan ruang perkotaan, terutama terhadap prasarana perkotaan. Untuk menghindari dampak yang bersifat negatif, perlu diterapkan sistem perencanaan yang memadai serta sistem koordinasi interaktif dengan melibatkan berbagai instansi yang terkait.dengan meningkatnya kemacetan lalu lintas,dan akhirnya meningkatnya pencemaran udara.
Kebutuhan transportasi merupakan pola kegiatan di dalam sistem tataguna lahan yang mencakup kegiatan sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya, yang membutuhkan pergerakan sebagai penunjang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat, sehingga biasanya dianggap membentuk suatu land use transport system. Agar tata guna lahan dapat terwujud dengan baik, maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik. Sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Sebaliknya transportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan .
Kondisi angkutan darat di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta dan Surabaya juga memerlukan penanganan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Kota-kota yang dinobatkan sebagai kota yang sedang giat tumbuh dan berkembang maka bisa dipastikan bahwa ke depannya nanti kota tersebut akan dipenuhi oleh kendaraan bermotor (mobil dan sepeda motor) sebagai moda angkutan yang dipilih masyarakat karena sifatnya yang cepat, efisien, dan dapat melambangkan status dirinya sebagai seorang yang sukses dalam menjalani kehidupan yang menjalankan nilai-nilai modernitas. Ketika pelayanan bus merosot, orang akan berusaha mendapatkan kendaraan pribadi baik itu mobil maupun motor. Dengan meningkatnya perjalanan pribadi maka kemacetan semakin meningkat dan perjalanan menjadi lambat atau kecepatan menjadi berkurang. Dengan merosotnya kecepatan bus, produktivitas akan merosot dan biaya menjadi lebih besar. Karena biaya naik maka ongkos bus juga harus naik atau pelayanan disubsidi atau dicabut harus disubsidi atau dicabut. Naiknya ongkos angkutan atau dicabutnya pelayanan akan mengantar pada penurunan yang akan mengantar pada minat naik bus yang akan mengantar pada lebih banyaknya perjalanan dengan kendaraan pribadi dan kemacetan yang lebih parah. Fasilitas yang ada dalam angkutan publik, bus kota, angkot (mikrolet/bemo) masih belum memberikan kenyamanan bagi penggunanya.
Pergerakan (manusia / barang) ini memerlukan sarana (moda angkutan) maupun prasarana (media tempat moda angkutan dapat bergerak) meliputi jalan raya, jalan rel, terminal bis, setasiun kereta api, pelabuhan udara, dan pelabuhan laut. Interaksi antara kebutuhan transportasi dan prasarana transportasi akan menghasilkan pergerakan (manusia dan/atau barang) dalam bentuk lalu lintas kendaraan maupun pejalan kaki, yang untuk pengaturannya diperlukan penerapan sistem rekayasa dan pengelolaan lalu lintas.
Keterpaduan antar moda dapat berupa keterpaduan fisik, yaitu titik simpul pertemuan antar moda terletak dalam satu bangunan, misalnya bandara, terminal bus dan stasiun kereta api merupakan satu bangunan atau terletak berdekatan atau keterpaduan sistem, yaitu titik simpul dari masing-masing moda tidak perlu pada satu bangunan, tetapi ada suatu sitem jaringan transportasi yang menghubungkan titik simpul antar moda, sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Keterpaduan secara sistem juga menyangkut jadual keberangkatan, pelayanan pembelian karcis serta pengelolaannya.
Keterpaduan antar moda juga akan meningkatkan penggunaan angkutan umum. Dengan keterpaduan tersebut, akan memudahkan perjalanan, walaupun harus berganti moda sampai beberapa kali. Berdasarkan jenis/moda kendaraan, sistem jaringan transportasi dapat dibagi atas transportasi darat, laut dan udara. Transportasi darat terdiri dari transportasi jalan, penyeberangan dan kereta api. Kesemua moda tersebut harus merupakan satu kesatuan.
Pemilihan model transportasi pada dasarnya ditentukan dengan mempertimbangkan salah satu persyaratan pokok, yaitu “pemindahan barang dan manusia dilakukan dalam jumlah yang terbesar dengan jarak yang terkecil”. Namun, terdapat permasalahan yang paling penting terkait adanya isu global warming, yaitu adanya dampak lingkungan terhadap semakin ketidakteraturannya sistem transportasi yang mengakibatkan semakin tingginya tingkat polusi. Dampak lingkungan akibat aktivitas transportasi baik yang secara langsung maupun tidak secara langsung dirasakan oleh masyarakat telah mencapai tingkat yang mengkuatirkan apabila tidak dilakukan upaya-upaya penanganan. Transportasi ramah lingkungan (green transport) atau lebih dikenal dengan sistem transportasi berkelanjutan (sustainable transportation) merupakan suatu gerakan yang mendorong pengurangan kebutuhan perjalanan dan ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Sistem ini lebih mudah terwujud pada sistem transportasi yang berbasis pada penggunaan angkutan umum dibandingkan dengan sistem yang berbasis pada penggunaan kendaraan pribadi. Sistem transportasi berkelanjutan merupakan tatanan baru sistem transportasi di era globalisasi saat ini.
Tabel : Komponen Transportasi Berkelanjutan
Keberlanjutan Ekonomi | Keberlanjutan Sosial | Keberlanjutan Lingkungan |
• Terjangkau oleh pengguna dan pemerintah • Menarik bagi investor/ dunia bisnis • Efisien, biaya total per km- penumpang rendah. • Isu: Biaya Sosial dari masing-masing moda. | • Memberikan akses bagi semua, bukan untuk golongan tertentu • Menyediakan ruang untuk semua • Layanan yang terjangkau dan menjangkau | • Tidak menimbulkan beban bagi generasi selanjutnya. • Meminimasi kecelakaan dan kerugian kesehatan • Mengurangi emisi gas buang • Penggunaan energi yang terbarukan |
Sumber: Dikembangkan dan diadaptasi dari Schipper, 2006.
Hal tersebut diupayakan antara lain melalui pengembangan kawasan-kawasan terpadu yang berlokasi di sekitar jalur angkutan umum masal sehingga dapat mengurangi kebutuhan perjalanan antar kawasan, serta penerapan prinsip-prinsip TDM untuk meningkatkan efisiensi penggunaan prasarana jalan. Selain itu pengembangan teknologi-teknologi alternatif pengganti bahan bakar yang tidak terbarukan terus diupayakan untuk mengurangi dampak polusi udara dan kebisingan yang ditimbulkan. Dengan demikian diharapkan transportasi yang bertujuan untuk memindahkan orang dan barang dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat, aman, dan nyaman dapat terpenuhi tanpa memberikan dampak yang berarti terhadap lingkungan.
Selain itu juga dapat menerapkan sistem angkutan massal (public MRT) yang berorientasi pada kepentingan publik atau pelanggan (customer),dalam hal ini merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan angkutan individual. Di sini ada pilihan untuk angkutan (modal choice), persaingan dalam jasa pelayanan (competitive services), dan nilai waktu (time values). Dengan mengurangi jumlah sarana transportasi (kendaraan) sesedikit mungkin dan dalam waktu tempuh yang sekecil mungkin, akan diperoleh efisiensi yang tertinggi, sehingga pemakaian total energi per penumpang akan sekecil mungkin dan intensitas emisi pencemar yang dikeluarkan akan berkurang.
Salah satu jenis angkutan massal adalah angkutan dengan bis yang disebut Bus Rapid Transit (BRT). Berbeda dengan angkutan yang menggunakan jalur rel (rail transit) tersendiri, maka angkutan dengan bus kota beroperasi pada suatu jalur terbagi dalam suatu sistem yang terbuka dan bebas. Dalam kondisi semacam ini, bus-bus menghadapi kelambatan yang disebabkan oleh interaksi dengan kendaraan-kendaraan lain dan adanya lampu lalu lintas pada persimpangan. Kedua faktor ini sangat berpengaruh pada operasi perjalanan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak negatif pada perjalanan bis, antara lain dengan menggunakan lajur tersendiri untuk bus (busway). Cara ini cukup efektif dalam mengatasi kemacetan lalu lintas, tetapi biayanya mahal, dan untuk kota-kota tertentu dengan ruang yang terbatas untuk jalan, cara ini tidak memungkinkan untuk dilakukan.
Keuntungan dari cara ini adalah waktu tempuh yang lebih singkat bagi kendaraan angkutan bis pada busway, serta kapasitas angkut yang relatif lebih besar daripada kendaraan-kendaraan pribadi atau kendaraan komersial yang lain (mis. taksi). Di Bogota, Columbia sistem busway memakai bis-bis gandeng (articulated bus), dengan kapasitas lebih besar daripada bis tunggal. Jalur khusus bis seharusnya hanya dipisah dengan marka jalan, bukan dengan pemisah (separator) dari blok-blok beton. Pemisahan memakai separator mempunyai beberapa kelemahan, antara lain berkurangnya lajur bagi kendaraan non bis, yang mengakibatkan timbulnya kepadatan (bahkan kemacetan) lalu lintas pada lajur di luar busway. Di samping itu, dengan adanya lajur khusus bagi bis yang lebarnya hanya muat untuk satu badan bis, akan menimbulkan kesulitan apabila terjadi bis mogok (akibat kerusakan mesin, ban pecah, dan lain-lain). Hal ini dapat menimbulkan kelambatan / kacaunya jadwal (schedule) angkutan bis kota. Lajur khusus bis (busway) ini hanya dikenakan pada jalur-jalur tertentu saja, sehingga tidak semua jalur jalan mengalami perubahan pola lalu lintas. Cara ini memerlukan pengaturan lalu lintas yang cukup rumit, terutama di persimpangan / perempatan jalan, di samping biaya investasi dan pengoperasian yang sangat besar. Pengaruh busway terhadap pengurangan volume lalu lintas hanya terbatas pada jalurjalur jalan yang menggunakan busway, sedangkan pada jalur-jalur yang lain praktis tidak mengalami perubahan yang berarti.
Selain itu kereta api juga merupakan salah satu solusi yang memungkinkan untuk mengurangi kemacetan dan menunjang transportasi berkelanjutan di Indonesia. Karena selain memiliki jalur tersendiri, kereta api merupakan jenis transportasi yang paling sedikit menyumbang emisi dibanding dengan jenis transportasi umum lainnya. Kereta api sebagai pilihan bertransportasi tampaknya harus segera diwujudkan untuk dijadikan sebagai tulang punggung transportasi nasional, baik untuk angkutan penumpang maupun angkutan barang. Pertumbuhan kendaraan yang jauh melebihi kapasitas dan pertumbuhan jalan raya mengakibatkan tingginya tingkat kemacetan dan polusi yang mengakibatkan pemanasan global.
Kereta api memang telah terbukti bukan hanya sebagai angkutan yang mampu mengangkut dalam jumlah besar namun juga hemat BBM, hemat lahan dan tentunya ramah lingkungan. Sehingga menjadi suatu hal yang perlu dipikirkan untuk menjadikan kereta api sebagai tulang punggung transportasi nasional dan keberpihakan semua elemen masyarakat dan pemerintah termasuk kita yang berada di dalam perusahaan ini untuk mewujudkannya
Namun demikian, untuk membangun dan mengembangkan sistem kereta api dan transportasi darat yang baik diperlukan cara pandang baru yaitu siklus transportasi berkelanjutan. Hal ini tentunya bukan hanya akan mempertimbangkan sisi transportasi saja namun juga sisi sosial, ekonomi dan lingkungan. Sinergi dari beberapa sisi inilah yang akan menghasilkan inovasi di bidang kereta api dan transportasi. Kereta api yang ada di Indonesia sekarang dapat dikatakan masih jauh dengan indikator transportasi berkelanjutan. Berbeda dengan negara-negara maju di dunia, kereta api yang digunakan di Indonesia sekarang masih tergolong kereta api tua, yang tingkat keamanan dan kenyaman masih rendah. Tingkat keefektifannya pun dirasa masih sangat kurang. Sehingga minat masyarakat untuk menggunakan kereta api sebagai transportasi utama masih sangat sedikit.
Negara mempunyai peranan penting dalam aspek transportasi publik. Dalam beberapa dekade belakangan ini terlihat dahsyatnya perubahan politik ekonomi menuju titik minimal peranan negara, dan pada saat yang bersamaan mencapai titik maksimal peran pengusaha. Ketika badan publik yang menjadi sandaran pengelolaan kepentingan publik, maka pelayanan kepada publik mau tidak mau didasarkan pada kemampuan membayar, bukan didasarkan pada penghormatan atas hak-hak warga negara.
Fenomena mencuatnya persoalan transportasi publik di kota-kota besar di Indonesia saat ini tidak dapat diselesaikan secara teknis saja. Pergeseran pola perilaku masyarakat dengan adanya angkutan massal, berupa bus way, kereta api misalnya dapat dimaknai sebagai suatu perubahan yang cukup berarti dalam pemilihan moda transportasi oleh masyarakat. Bagi pengguna jasa transportasi dengan adanya angkutan massal berarti ada perubahan itu menyangkut pola mobilitas penduduk, pola perilaku bertransportasi. Bagi pemerintah penyelenggaraan transportasi publik berarti pemerintah membuat kebijakan untuk pengadaan transport itu mulai dari bersifat teknis, sosiologis hingga politis, seperti pengadaan lahan, penataan ruang, modal, dan sebagainya. Ini berlanjut pada interaksi pemerintah dengan kekuatan kapital.
Untuk membangun sistem transportasi publik berkelanjutan perlu adanya revitalisasi dalam semua aspek yang berkaitan dengan transportasi publik. Masyarakat sebagai obyek, merupakan penentu dalam menetukan kebijakan yang dibuat oleh negara terutama yang berkaitan dengan usaha pensejahteraan masyarakatnya.
Memperhatikan kondisi makro yang ada terutama pengaruh iklim globalisasi menempatkan persoalan transportasi menjadi layanan kebutuhan atau aksesibilitas yang harus disediakan oleh Negara. Aksesibilitas transportasi menjadi penting seiring dengan meningkatnya peradaban umat manusia. Secara empiris, perkembangan kehidupan manusia dan kemajuan teknologi transportasi berpengaruh pada perubahan social dan ekonomi regional.
Permasalahan transportasi perkotaan umumnya meliputi kemacetan lalulintas, parkir, angkutan umum, polusi dan masalah ketertiban lalulintas. Kemacetan lalulintas akan selalu menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pengemudinya sendiri maupun ditinjau dari segi ekonomi dan lingkungan. Bagi pengemudi kendaraan, kemacetan akan menimbulkan ketegangan (stress). Selain itu juga akan menimbulkan dampak negatif ditinjau dari segi ekonomi yang berupa kehilangan waktu karena waktu perjalanan yang lama serta bertambahnya biaya operasi kendaraan (bensin, perawatan mesin) karena seringnya kendaraan berhenti. Selain itu, timbul pula dampak negatif terhadap lingkungan yang berupa peningkatan polusi udara karena gas racun CO serta peningkatan gangguan suara kendaraan (kebisingan). Pedal rem dan gas yang silih berganti digunakan akan menyebabkan penambahan polusi udara serta kebisingan karena deru suara kendaraan. Kemudian untuk menghilangkan stress, para pengemudi akan lebih sering menggunakan klakson sehingga menimbulkan kebisingan.
Masalah transportasi perkotaan yang lain adalah masalah parkir. Masalah ini tidak hanya terbatas di kota-kota besar saja. Tidak ada fasilitas parkir di dekat pasar-pasar. Beberapa supermarket hanya mempunyai tempat parkir yang begitu sempit, yang hanya dapat menampung beberapa kendaraan roda empat saja. Beberapa gedung pertunjukan/gedung bioskop bahkan tidak mempunyai fasilitas parkir untuk kendaraan roda empat.
Kondisi ini diperburuk dengan tambahan jutaan kendaraan di kota-kota besar seperti Jakarta. Sudah barang tentu, kendaraan dengan jumlah sedemikian banyak akan mengakibatkan kemacetan di berbagai ruas jalan. Besarnya laju pertambahan kendaraan pribadi ini tidak terlepas dari tingginya ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi karena tidak ada pilihan alat angkutan lain yang dianggap lebih dapat menjamin kenyamanan dan efektifitas perjalanan. Upaya yang sering dipilih oleh pemerintah dalam menghadapi permasalahan ini adalah dengan menambah panjang jalan. Walaupun terbukti bahwa pada kenyataannya upaya tersebut tidak menyelesaikan masalah kemacetan. Kesan yang timbul, penambahan jalan saat ini hanya dihambakan bagi kepentingan mobilitas kendaraan pribadi dan bukannya diupayakan untuk membangun sistem jaringan jalan yang terintegrasi. Terbukti bahwa 85% ruang jalan yang ada digunakan oleh kendaraan pribadi yang sebenarnya hanya melayani 9,7% perjalanan (mobil).
Masalah lain yang tak kalah pentingnya ialah fasilitas angkutan umum. Angkutan umum perkotaan, yang saat ini didominasi oleh angkutan bus dan mikrolet masih terasa kurang nyaman, kurang aman dan kurang efisien. Angkutan massal (mass rapid transit) seperti kereta api masih kurang berfungsi untuk angkutan umum perkotaan. Berdesak-desakan di dalam angkutan umum sudah merupakan pandangan sehari-hari di kota-kota besar. Pemakai jasa angkutan umum masih terbatas pada kalangan bawah dan sebagian kalangan menengah. Orang-orang berdasi masih enggan memakai angkutan umum, karena comfortability angkutan umum yang masih mereka anggap terlalu rendah, dibandingkan dengan kendaraan pribadi yang begitu nyaman dengan pelayanan dari pintu ke pintu. Sementara itu sistem angkutan umum massal (SAUM) yang modern sebagai bagian integral dari ketahanan daya dukung kota (city survival) masih dalam tahap rancangan dan perencanaan dan belum berada di dalam alur utama (mainstream) kebijakan dan keputusan pemerintah dalam rangka menciptakan sistem transportasi kota yang berimbang, efisien dan berkualitas. Belum terciptanya SAUM modern sebagai atribut menuju kota ”metropolitan” dan oleh karenanya belum merupakan alternatif yang patut diperhitungkan bagi pembuat perjalanan merupakan pembenaran dari pemakaian kendaraan pribadi okupansi rendah yang tidak efisien. Oleh karena selama beberapa dekade belakangan ini tidak ada langkah “terobosan” yang berarti, maka antrian dan kemacetan lalulintas yang berkepanjangan pada setiap koridor dan pusat kota, dan sebagai akibatnya pemborosan besar-besaran dari energi BBM serta polusi udara, akan terus menjadi menu sehari-hari dari para pembuat perjalanan di perkotaan (urban trip makers).
· Studi Kasus
Yogyakarta, Indonesia
Yogyakarta yang mempunyai daya tarik wisata yang cukup tinggi akan menyebabkan banyaknya pengunjung di pusat-pusat wisata dan pusat kota (Malioboro) yang menguntungkan dari segi perekonomian, tetapi perlu difasilitasi dengan sarana prasarana yang memadai, termasuk sistem transportasi yang andal. Di sisi lain, Yogyakarta akan tetap dibanjiri oleh penduduk pendatang karena daya tariknya sebagai kota pendidikan. Resultante dari semua itu adalah bahwa kota menjadi tempat dengan pergerakan orang dan kendaraan makin menjadi sulit dan mahal. Biaya sosial akan menjadi bagian yang dominan dari biaya perjalanan perkotaan (urban travel disutility), padahal “externalities” dan “intangibles” yang lainnya tidak pernah diperhitungkan di dalam proses perencanaan dan manajemen transportasi kota. Ketidakberdayaan kota bukan lagi “economic assets” akan tetapi justru menjadi “economic liability”. Dipandang dari sisi rasio jalan dengan lahan kota, memang masih perlu membangun jaringan jalan baru, termasuk jembatan layang, namun membangun jaringan jalan kota termasuk jalan bebas hambatan di tengah-tengah kota bukan saja sangat mahal karena langka dan mahalnya lahan, namun juga tidak akan menghilangkan kemacetan masif oleh karena adanya cadangan lalulintas kendaraan yang terbangkitkan (reservoir of traffic) yang selalu siap menunggu dan mengisi setiap jengkal kapasitas ruang jalan yang diberikan oleh fasilitas baru tersebut dan dalam waktu singkat membuat kemacetan baru. Perencanaan dan kebijakan transportasi kota oleh karenanya harus berubah, yakni dari pendekatan membangun sistem prasarana (supply side) menjadi pendekatan manajemen dan efisiensi sistem (demand side). Paradigma baru ini berpegang kepada prinsip manajemen sistem transportasi (MST) dan bertujuan mencari keseimbangan antara sistem angkutan umum yang mewakili pergerakan manusia di kota dengan sistem jalan raya yang mewakili pergerakan kendaraan pribadi. Artinya, selain sistem jaringan jalan kota yang memadai bagi pergerakan angkutan pribadi, kota yang efisien juga harus mampu menyediakan sistem angkutan massal yang secara efisien dan handal mampu melakukan angkutan orang dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relatif singkat.
Kesemuanya ini memang memerlukan suatu kebijakan yang dapat mendukung perkembangan angkutan umum perkotaan. Akan tetapi, dampak sosial dan budaya dari kebijakan tersebut perlu diperhitungkan. Sosialisasi kepada masyarakat perlu dilakukan secara terus-menerus. Aspirasi dari setiap unsur masyarakat perlu didengar. Dampak negatif dari setiap rencana kebijakan harus diminimalkan, bahkan kalau dapat tanpa menimbulkan dampak negatif. Kebijakan angkutan umum harus mengakomodir aspirasi dari operator-operator angkutan umum yang ada. Mereka harus dilibatkan secara aktif dalam pengambilan keputusan. Suatu alternatif perbaikan bus perkotaan yang saat ini dalam proses pelaksanaan di Yogyakarta adalah dengan merubah manajemen pelayanan bus perkotaan menjadi sistem buy the service (Munawar, 2006). Sistem ini akan merombak secara total system yang ada saat ini, yaitu sistem setoran. Pengelolaan angkutan umum dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah dan operator yang ada. Semua pihak yang terkait dengan angkutan umum perkotaan diikut sertakan dalam sistem yang baru tersebut, mulai dari koperasi-koperasi, operator, crew dan juga mereka yang terlibat secara informal pada bisnis angkutan umum perkotaan ini. Tidak ada penambahan jumlah bus perkotaan. Operator bus yang lama diberi kesempatan untuk mengganti menjadi bus yang baru. Biaya penggantian bus akan disubsidi oleh pemerintah. Selain penyediaan bus dengan kualitas yang baik, juga termasuk penyediaan halte-halte di tempat henti yang sudah ditentukan. Bus-bus dirancang khusus, dengan lantai dasar bus agak tinggi, sehingga penumpang hanya dapat turun di halte saja. Pembelian karcis dilakukan di halte, sehingga sopir tidak memegang uang lagi. Sopir, satpam (untuk menjaga keamanan dalam bus dan halte) serta penjual karcis digaji tetap (mingguan atau bulanan). Penjualan karcis dilakukan dengan mesin tiket, sehingga dimungkinkan adanya penggunaan tiket harian, mingguan dan bulanan bahkan pada jangka panjang dimungkinkan dikembangkan menjadi semacam smart card, misalnya kartu atm sekaligus kartu mahasiswa dan tiket bus. Crew bus perkotaan ini diambilkan dari crew bus perkotaan yang lama, termasuk mereka yang ikut serta dalam bisnis angkutan umum perkotaan ini secara informal. Standar pelayanan dan jadual perjalanan ditentukan secara tetap oleh badan pengelola, yang terdiri dari unsur Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, Organda dan koperasi angkutan yang ada pada saat ini.
Pengelolaan dilakukan secara bersama-sama, dengan suatu perjanjian bersama antara pihak-pihak yang mengelola. Jika ada kerugian, maka Pemerintah Provinsi akan menanggung kerugian tersebut dalam bentuk subsidi. Sosialisasi sudah dilakukan kepada para crew angkutan umum perkotaan dan disambut dengan sangat antusias. Sistem ini juga sudah disosialisasikan kepada juru parkir dan pedagang kaki lima. Mereka tidak menolak sistem tersebut, karena memang tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan mereka. Diharapkan, perombakan sistem angkutan umum perkotaan di Yogyakarta dapat dimulai tahun ini.
Curitiba, Brazil
Sejak bergantinya J. Lerner sebagai walikota, perubahan yang radikal terjadi dalam sistem transportasi di Curutiba. Hal pertama yang diubah adalah desain tata kota yang semula terpusat berubah menjadi linear. Curitiba tidak tumbuh di segala arah dari pusat / inti kota, melainkan tumbuh di sepanjang koridor dalam bentuk linier. Jantung kota gedung-gedung komersial, pemerintahan, pendidikan atau bisnis diletakkan dalam satu situs, sementara tempat tinggal penduduk dibuat mengitari. Struktur kota yang linier merupakan model spasial yang dapat digunakan untuk mencapai keberlanjutan karena terjadi penghematan energi dengan mengurangi waktu perjalanan.
Pemerintah Kota Curitiba membangun jalan-jalan penghubung dari tempat tinggal penduduk langsung menuju pusat kota. Dalam urusan transportasi, Curitiba menerapkan trinary road sistem. Ini adalah model jalanan yang menggunakan dua jalur jalan besar yang berlawanan arah. Namun, yang istimewa dari hal ini adalah, terdapat dua jalur sekunder di tengah yang dimanfaatkan sebagai jalur ekslusif untuk busway. Hampir semua jalanan di Curitiba menerapkan sistem ini. Jalan raya yang diubah menjadi rute bus telah memacu perumahan dengan kepadatan tinggi seperti pembangunan apartemen di sepanjang jalur peregangan. Dengan mengubah jalan raya menjadi rute bus, diharapkan dapat memacu perumahan kepadatan tinggi di daerah tersebut. Seperti yang mereka katakan di Curitiba, dimana transportasi itu berada, maka otomatis terjadi pengembangan di daerah tersebut. Bangunan apartemen baru direncanakan sepanjang seluruh peregangan, seperti zonasi digeser dari layanan-berorientasi pada high-density perumahan dan komersial.
Curitiba merupakan kota dengan perencanaan dan investasi transportasi publik yang bisa diakses dengan mudah dan terjangkau. Transportasi publik yang digunakan di Curitiba adalah Bus Rapid Transit (BRT). Penggunaan BRT didasarkan atas biaya standar antara tiga mode utama transportasi umum yaitu Kereta Api Bawah Tanah, Kereta Api Sistem Cahaya, dan BRT. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan jalur Kereta Api Bawah Tanah adalah $ 100 juta per kilometer dan Kereta Api Sistem Cahaya adalah $ 20 juta per kilometer, sedangkan BRT adalah $ 1 sampai 2 juta per kilometer. Waktu yang dibutuhkan untuk membangun sistem BRT adalah dua sampai tiga tahun, sedangkan Kereta Api Bawah Sistem Cahaya selama 10 tahun dan Kereta Api Bawah Tanah selama 30 tahun (Laube & Schwenk, 2007). BRT menjadi solusi dalam mengurangi dana penyediaan transportasi publik dengan tetap meningkatkan fungsinya.
Sistem transportasi Curitiba diciptakan dengan pendekatan Transit Oriented Development (TOD). Pembangunan dengan kepadatan tinggi dikonsentrasikan di sepanjang lima koridor linear yang menyebar ke arah luar pusat kota lama. Fungsi perumahan, perkantoran, pendidikan, dan kegiatan komersial dipusatkan pada koridor yang dilalui oleh arus pergerakan penumpang yang mencapai 2 juta penumpang setiap harinya. Koridor tersebut menjadi pusat kota yang linear dengan pusat kota lama yang diubah menjadi kawasan pejalan kaki.
BRT adalah alat transportasi utama yang menyenangkan dan menjadi keunggulan. Sistem busway itu direncanakan berdasarkan rencana induk kota yang bertujuan untuk menahan laju urban sprawl, menekan volume lalu lintas kendaraan bermotor yang masuk ke pusat kota, melestarikan bagian kota yang bersejarah, dan membangun sistem transportasi umum yang nyaman dan terjangkau. Prinsip utama yang dipergunakan adalah pembangunan kota yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia, bukan mobil.
Sepuluh perusahaan bus swasta dibayar berdasarkan jarak tempuh bukan volume penumpang. Hal ini dilakukan untuk memungkinkan distribusi rute bus yang seimbang. Total Bus yang beroperasi adalah 1902 bus dapat mengangkut 2 juta penumpang dengan 12.500 total perjalanan setiap harinya. BRT Curitiba menggunakan tiga jenis bus untuk mengakomodasi volume penumpang yang sangat tinggi, antara lain bus berkapasitas penumpang 110 orang, kapasitas 160 orang, dan yang berkapasitas 270 orang. Salah satu keunikan bus-bus tersebut adalah ketika berhenti dan pintu terbuka, papan pijakan dari bus ikut terbuka dan menutup celah antara lantai bus dan lantai halte (Eryudhawan, 2009). Desain seperti ini sangat aman untuk pergerakan keluar masuk penumpang sehingga sangat aman digunakan bagi bagi penyandang cacat, orang tua, dan anak-anak. Setelah sepuluh tahun, kota mengambil kontrol bus dan menggunakannya untuk transportasi ke taman-taman, atau sebagai sekolah berjalan.
Navastara (2007) menjelaskan bahwa terdapat 12 terminal penumpang di Curitiba, yang tersebar di seluruh penjuru. Terminal-terminal tersebut memberi kemudahan karena memungkinkan penumpang dapat meninggalkan dan berganti bus tanpa harus membeli tiket baru. BRT dirancang seperti sistem kereta api bawah tanah yang melaju di jalur eksklusif tanpa hambatan. Jalur eksklusif tersebut steril dari kendaraan lain dan digunakan oleh busway dua arah. Jalur itu diapit oleh jalan kendaraan pribadi di kedua sisinya. Dalam keadaan darurat, koridor busway dapat digunakan untuk ambulans dan kendaraan polisi namun tidak menimbulkan masalah karena koridor BRT merupakan jalur dua arah yang memungkinkan kendaraan menyalip.
Gambar 2.2 Koridor BRT Curitiba
Sumber: google.com
Jalur pemberhentian berbentuk silinder/tabung. Tabung tersebut memberikan perlindungan dari unsur-unsur luar dan memfasilitasi beban simultan dan bongkar muat penumpang, termasuk kursi roda. Penumpang membayar ongkos sekitar 40 sen untuk perjalanan seluruh sistem dengan transfer tanpa batas antara bus di terminal. Transfer terjadi dalam bagian prabayar dari terminal, sehingga transfer tiket tidak diperlukan. Kemudahan yang diberikan terminal ini adalah ketersediaan layanan telepon umum, kantor pos, koran dinding, dan toilet kecil.
Gambar 2. 3 Jalur Pemberhentian BRT
Sumber: google.com
Keberhasilan Curitiba dalam menerapkan BRT sebagai transportasi idaman dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
1. Mengurangi fasilitas parkir kendaraan bermotor;
2. Menempatkan 200 radar lalu lintas berbasis sensor di seluruh penjuru jalanan utama. Teknologi ini dipasang di trotoar yang dilengkapi kamera digital. Radar ini berfungsi untuk mendeteksi setiap mobil yang melaju di atas speed limit. Instrumen akan merekam nomor mobil, waktu, dan tempat kejadian yang selanjtnya dikirim ke tempat tinggal sang pengemudi dan diharuskan membayar denda (Navastara, 2007);
3. Tingkat pelayanan bus tersebut yang lebih tinggi dari pelayanan kendaraan pribadi telah mampu mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan kendaraan pribadi.
Selain pembangunan jalur BRT, Curitiba juga membangun jalur khusus untuk sepeda sepanjang 150 kilometer. Sistem BRT sepanjang 72 kilometer sangat ditunjang oleh keberpihakan kota pada kepentingan pejalan kaki. Beberapa ruas jalan yang padat dengan pertokoan ditutup bagi kendaraan bermotor dan diubah menjadi daerah khusus untuk sirkulasi pejalan kaki saja. Dapat dipastikan bahwa calon penumpang dapat mencapai halte dalam jarak tidak lebih dari 400 meter. Proses pencapaian ke halte juga dibuat senyaman mungkin lewat zebra cross karena pembuatan jembatan penyeberangan dianggap tidak akrab bagi penyandang cacat dan orang tua Seiring dengan itu, dibangun pula jalur sepeda (bikeways) di sepanjang koridor busway yang mencapai 130 kilometer.
Kota Curitiba merupakan kota dengan kepemilikan mobil tertinggi di Brazil dengan jumlah penumpang yang mencapai 2,2 juta jiwa setiap harinya. Busway yang memiliki daya angkut hingga 270 penumpang dengan 340 rute dan 1902 bus telah berhasil mengurangi ketergantungan masyarakat di Curitiba pada kendaraan pribadi. Penduduk hanya mengeluarkan 10% dari pendapatan tahunan mereka untuk transportasi. Berdasarkan hasil survei pada tahun 1991, telah terjadi penurunan sekitar 27 juta perjalanan mobil per tahun dan penghematan 27 juta liter bahan bakar per tahun. Sebelumnya, 28% dari penumpang bus adalah para pengendara mobil. Curitiba kini menjadi salah satu kota dengan tingkat polusi terendah di dunia karena konsumsi energi yang rendah karena mampu menurunkan konsumsi BBM perkapita penduduk rata-rata hingga 30% lebih rendah dibandingkan dengan 8 kota lainnya di Brasil (Fox, 2008).
Tabel 2.1
Perbandingan Jumlah Pencemar yang Dihasilkan Kendaraan
Jenis Kendaraan | Jenis Pencemar yang Dicemarkan Sepanjang 1 km | ||||||
Pb | Organik | CO | NOx | Partikel Padat | SOx | CO2 | |
Mobil | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 |
Bis | 8 | 1/19 | 1/214 | 2/15 | 5/2 | 4/15 | 1/5 |
Kereta Api | 0 | 1/37 | 1/410 | 2/29 | 11/3 | 8/15 | 1/4 |
Pejalan Kaki | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 1/5 |
Bersepeda | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 0 | 1/26 |
(Sumber : Pencemaran Udara dalam Usaha Nasional, Surabaya 1982)
Informasi pada tabel 2.1 menunjukkan bahwa bis menghasilkan zat pencemar yang lebih sedikit dari mobil, misalnya CO2 yang dihasilkan bis hanya 1/5 dari mobil untuk tiap kilometernya. Diberlakukannya bis sebagai transportasi publik juga berpengaruh pada kebiasaan masyarakat untuk berjalan kaki menuju halte dan ke tempat-tempat dalam jarak yang dekat. Data dari harian Kompas (2009) menunjukkan bahwa tiap 1 kilometer perjalanan dengan mobil memberikan sumbangan 300 gram CO2. Penggunaan mobil dalam jarak 10 kilometer adalah : 300 (gram/kilometer) x 10 (kilometer) = 3000 gram. Apabila penggunaan mobil-mobil diganti menjadi bus, maka apabila dalam jarak 10 kilometer, CO2 yang dapat dikurangi adalah : 1 /5 x 300 (gram/kilometer) x 10 (kilometer) = 600 gram. Dalam jarak 10 kilometer saja, sebanyak 2400 gram CO2 dapat direduksi, apalagi jika dihitung perjalanan selama 1 tahun.
Di Curitiba, sistem busway dan tata guna lahan terintegrasi secara komprehensif dan menjadi dua elemen perkotaan yang saling menguatkan. Perencanaan transportasi terpadu dengan perencanaan penggunaan lahan, menyerukan budaya, sosial, dan transformasi ekonomi kota. Hal ini mendorong pertumbuhan komersial di sepanjang arteri transportasi dan keluar dari pusat kota.
Curitiba adalah pemimpin dunia dalam perencanaan kota yang efisien dalam energi. Kota ini berhasil mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan polusi udara. Terintegrasinya perencanaan kota dengan lingkungan selain dibuktikan dari transportasinya juga berkaitan dengan kontribusi terhadap perbaikan kualitas hidup, yakni antara lain:
1. Curitiba memiliki tingkat daur ulang tertinggi di dunia (Hare, 2009);
2. Curitiba memiliki pusat kota terbesar dengan daerah perbelanjaan pejalan kaki di Dunia;
3. Masuk ke dalam 10 kota terbaik di dunia untuk bersepeda (Sangkilawang, 2010);
4. Curitiba telah membangun banyak taman indah untuk pengendalian banjir daripada kanal beton.(Hare, 2009);
5. Menggunakan domba sebagai pemotong rumput karena secara ekonomi dan lingkungan lebih murah dari mesin pemotong rumput (Hare, 2009);
6. Pendapatan rata-rata per orang adalah 66% lebih besar daripada rata-rata Brasil (Hare,2009).
Terdapat perbedaan antara sistem transportasi di Indonesia dengan di Curitiba. Sebagai contoh perbandingan pertama adalah transportasi publik di Kota Bandung. Kota Bandung memiliki area seluas 167 km2, yaitu hanya 39% dari luas Curitiba dengan jumlah penduduk 2,5 juta jiwa ini, yaitu 78% lebih kecil dari Curitiba. Bandung telah mengoperasikan angkutan kota yang berdaya angkut 10-15 orang sebagai transportasi publik utama. Saat ini jumlah angkot telah mencapai lebih dari 5.500 unit, yaitu 5 kali lipat lebih banyak dengan jumlah bus di Curitiba dengan panjang trayek total 437km. Dengan kapasitas tiap unitnya yang kecil, maka efisiensi energinya jauh dari optimal karena memerlukan jumlah unit yang banyak sehingga juga menambah volume polusi udara, diperparah pula dengan kondisi yang sangat tidak nyaman. Angkutan kota dengan jumlah yang banyak tersebut berebut jalan dengan kendaraan pribadi, ditambah dengan tidak adanya kejelasan di mana angktan berhenti dan menaikkan penumpang sehingga menimbulkan kemacetan.
Contoh perbandingan kedua adalah Bus TransJakarta. TransJakarta memiliki kapasitas angkut yang jauh lebih kecil yakni hanya 85 penumpang (30 duduk dan 55 berdiri). Keterbatasan kapasitas angkut ini menyebabkan tidak terangkutnya calon penumpang yang menunggu di halte sehingga pada beberapa halte saat jam sibuk pagi dan sore hari terjadi penumpukan calon penumpang akibat waktu menunggu yang terlalu lama. Hal ini diperparah dengan kurangnya jumlah armada yang beroperasi pada masing-masing koridor sehingga interval kedatangan antar bus sangat lama. Selain memiliki keterbatasan kapasitas angkut, TransJakarta juga kekurangan jumlah armada, sehingga terjadi ketimpangan kebutuhan antara armada angkut dan kebutuhan pengangkutan.
Lajur khusus Bus (Busway) TransJakarta berada di tengah jalan, dengan 1 lajur per arah dan lebar minimum 3,6 meter (Susilo, 2008). Antar bus TransJakarta tidak dapat saling mendahului karena lajur yang dimiliki hanya 1 lajur. Kondisi permukaan jalan pada lajur busway secara umum masih dalam kondisi baik. Peruntukan lajur khusus bus (busway) TransJakarta berbeda dengan BRT di Curitiba. BRT Curitiba memiliki lajur sebanyak 2 lajur pada masing-masing arah pergerakan. Hal ini juga dipengaruhi oleh sistem pengoperasian BRT Curitiba yang sedikit berbeda dengan TransJakarta. Kedua lajur BRT diberikan untuk mengakomodir bus yang melayani layanan ekspress dimana bus tersebut tidak berhenti disemua halte. Jadi antar BRT masih bisa saling menyalip tergantung pada fungsi layanan bus tersebut pada saat itu.
Gambar 2.3 BRT TransJakarta
Sumber:google.com
Kondisi halte TransJakarta tergolong cukup baik dan terawat. Halte Harmoni Central Busway (HCB) merupakan halte busway terbesar di sistem TransJakartakarena peranan halte ini sebagai titik pusat transit para penumpang busway yang ingin berganti koridor. Dengan potensi pengangkutan yang sangat besar, TransJakarta hanya memiliki satu titik transit. Meskipun dimensi haltenya lebih besar, kepadatan penumpang senantiasa terlihat di halte ini. Selain itu, permasalahan lain adalah keseriusan pengelola busway dalam menjaga dan merawat perangkat halte. Pada beberapa halte seperti di Halte Bendungan Hilir, terlihat adanya papan lantai yang jebol dan rusak serta lantai beton yang ambruk. Kondisi tersebut sangat membahayakan bagi para calon penumpang yang melewatinya.
Dari ketiga studi kasus diatas dapat disimpulkan bahwa sistem jaringan transportasi di Indonesia saat ini masih jauh dari cukup. Pengembangan sistem transportasi masih sangat diperlukan, yang harus didasarkan pada analisis yang komprehensif dan pendekatan yang sistemik. Penerapan standar-standar perencanaan dan standar-standar pelaksanaan serta peraturan-peraturan transportasi harus tegas dan tidak pandang bulu. Sistem angkutan umum massal harus menjadi pilihan utama guna mengatasi kemacetan lalulintas. Dukungan partisipasi masyarakat dan pihak swasta sangat diperlukan guna mendukung pengembangan transportasi. Kerjasama antar daerah dan kerjasama dengan negara lain sangat diperlukan, karena transportasi tidak dapat dibatasi secara ruang dan harus direncanakan sebagai satu kesatuan sistem.
Kebijakan pembenahan angkutan umum merupakan bagian dari sistem pengaturan lalu lintas. Pembenahan ini harus pula diikuti dengan pengaturan pola tata ruang, khususnya dalam pengaturan jalur lalu lintas, di mana ada pemisahan untuk jalur bagi kendaraan umum dan kendaraan beroda dua. Dengan demikian pembenahan sistem lalu lintas di perkotaan, khususnya di kota besar/metropolitan seperti Jakarta, harus dilakukan secara terpadu (integrated) dan menyeluruh (holistic). Perlu integrasi antara perencanaan tata guna lahan dan sistem transportasi. Sistem transportasi yang layak (feasible) harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain kecepatan atau waktu tempuh yang singkat dan dapat diperhitungkan, frekuensi pengangkutan, banyaknya persinggahan dalam perjalanan, biaya/tarif angkutan yang layak, jaminan keamanan, serta keselamatan penumpang. Perlu pembenahan dalam sistem angkutan umum, meliputi jarak jauh, menengah, dan pendek, sesuai hirarki transportasi. Sistem pengoperasian angkutan umum yang ada sekarang di Jakarta, yaitu “sistem setoran”, harus diganti dengan “sistem gaji” (yang layak). Dengan sistem gaji, maka para pengemudi tidak perlu lagi mengejar waktu setoran dengan mengebut kendaraannya (ini salah satu penyebab keruwetan dan kemacetan, serta kemungkinan kecelakaan lalu lintas), sehingga lalu lintas akan menjadi lebih tertib dan lancar.
Sistem rute angkutan penumpang yang ada saat ini, yang masih bersifat “end to end”, atau dari satu titik ke titik lain, banyak menimbulkan tumpang tindih antara satu rute dengan rute yang lain. Di sini perlu diterapkan kombinasi antara sistem koridor (corridor system) dan sirkulator (circulator system). Sistem koridor merupakan rute utama yang bersifat end to end (atau bisa juga melingkar, tetapi masih di jalur utama), sedangkan sistem sirkulator merupakan rute memutar yang diperlukan sebagai feeder (pengumpan) sistem koridor, yang dapat menjaring penumpang sampai ke tingkat kompleks perumahan. Dalam pembenahan sistem transportasi perlu penerapan manajemen lalu lintas, antara lain dengan membatasi gerak mobil pribadi sesuai ruang yang dipakai. Prinsipnya adalah mengurangi jumlah perjalanan dan memaksimalkan peran angkutan umum. Dengan demikian jelas diperlukan adanya kebijakan pemerintah untuk membenahi sistem transportasi, khususnya di Jakarta. Kebijakan ini lebih dititikberatkan pada pemenuhan kebutuhan angkutan umum yang layak dan dikelola dengan baik.
Curitiba adalah kota di negara berkembang yang memilki keberhasilan dalam menerapkan transportasi publik, yaitu Bus Rapid Transit. Integrasi antara perencanaan transportasi sangat menentukan keberhasilan tersebut karena bagaimanapun juga, struktur suatu kota mempengaruhi masyarakat untuk menggunakan BRT tersebut.
Curitiba telah mewujudkan kota yang kompak dengan transportasi publik yang berkelanjutan. Dapat dikatakan berkelanjutan kerena transportasi publik yang diberlakukan di Curitiba telah didasarkan atas konsep kebutuhan dan konsep keterbatasan. Konsep kebutuhan berarti bahwa transportasi publik tersebut telah memenuhi kebutuhan transportasi yang memadai bagi seluruh penduduk Curitiba, sedangkan konsep keterbatasan berarti memperhatikan dan menjaga kapasitas lingkungan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan akan datang melalui penghematan energy yang terwujud lewat penggunaan BRT.
Sistem transportasi tersebut juga dikatakan berkelanjutan karena berintegrasi dengan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Integrasi dengan lingkungan diwujudkan melalui bukti nyata penghematan energi yang besar lewat penggunaan BRT. Tansportasi yang berpengaruh terhadap tata ruang telah menciptakan Ruang Terbuka Hijau dan jalur pejalan kaki. Integrasi dengan ekonomi diwujudkan melalui penghematan pengeluaran. Penduduk yang cukup mengeluarkan 10% dari pendapatan tahunan mereka untuk transportasi telah melakukan penghematan financial dengan tetap memperoleh pelayanan transportasi dengan jaminan kemanan, keselamatan, dan kenyamanan. Integrasi dengan nilai sosial diwujudkan dari perubahan gaya hidup masyarakat yang dahulunya sangat bergantung terhadap mobil pribadi menjadi akrab dengan transportasi dan meninggalkan kendaraan pribadi. Hal ini memacu interaksi sosial yang tinggi dan mewujudkan kesetaraan bagi masyarakat Curitiba yang bertemu dalam bis dan jalur pejalan kaki. Saat berada dalam bus dan jalur pejalan kaki, mereka menjadi setara tanpa perbedaan.
· Kesimpulan
Transportasi diidentifikasi sebagai salah satu tantangan dalam perwujudan pembangunan yang berkelanjutan. Upaya perencanaan dan pengelolaan suatu kota yang baik dan berbasis kepada masyarakat tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk memajukan sistem transportasi yang layak dan terintegrasi dengan aman, nyaman, cepat, mudah dijangkau serta mengutamakan penggunaan sarana transportasi angkutan umum dengan prinsip pembangunan berkelanjutan sambil tetap mengatur penggunaan kendaraan pribadi. Namun, sistem transportasi yang sedang berkembang di negara ini sedang mengalami kendala yang signifikan. Oleh karena itu perlu adanya suatu tindakan pengelolaan yang terintegrasi, strategis dan berkelanjutan untuk mendukung sistem keputusan dalam bentuk perancangan model pengelolaan angkutan umum.
Semakin banyak manusia yang menggunakan mobil sebagai kendaraan pribadi maka semakin banyak pula kebutuhan ruangnya. Oleh karena itu paradigma perencanaan perkotaan yang lalu perlu diubah, dan kegiatan pengembangan luas lahan kosong untuk memfasilitasi kendaraan pribadi harus diperangi.
Sektor transportasi merupakan penyumbang terbesar bagi konsumsi energi di perkotaan. Hal tersebut berkaitan dengan dinamika pergerakan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain yang menjadi tolak ukur besarnya suatu kota. Penyebab utama tingginya konsumsi energi dari sektor transportasi adalah banyaknya kendaraan pribadi yang memenuhi jalan-jalan di kota. Oleh karena itu, faktor penting bagi penghematan energi di suatu kota adalah pengelolaan sistem transportasi dan manajemen lalu lintas yang tepat.
Selain itu isu dari adanya pemanasan global (global warming) sebagai akibat dari sistem transportasi yang tidak sustainable serta pola hidup manusia yang semakin tidak ramah lingkungan dapat dijadikan alasan betapa perlunya dilakukan perubahan positif terhadap kedua aspek tersebut, salah satunya yaitu dengan memperbaiki sistem transportasinya, terlebih lagi sistem transportasi perkotaan yang diidentifikasi sebagai penyebab utama adanya permasalahan di perkotaan. Saat ini, permasalahan yang paling dominan menjadi perhatian para pemerhati lingkungan adalah masalah transportasi umum. Transportasi umum yang terdapat di negara kita dinilai masih sangat kurang baik itu dari segi kenyamanan, kemanan maupun pelayanannya.
Dengan semakin banyaknya pengguna transportasi umum, maka permasalahan transportasi terutama di perkotaan sedikit banyak dapat teratasi, tidak terdapat antrian panjang kendaraan di jalan-jalan dan lalu lintas kendaraan sangat lancar. Beberapa alternatif penerapan transportasi umum yaitu antara lain dengan dioperasikannya kereta monorail dan busway. Dampak positif monorail adalah menurunkan tingkat penggunaan kendaraan pribadi. Dari buruh sampai pekerja kantor, profesional, dosen, mahasiswa, pelajar, wiraswasta, awam lainnya yang mempunyai jadwal kerja teratur akan memilih monorail untuk ketepatan waktu tiba di tujuan, untuk penghematan energi, kenyamanan, dan terutama keselamatan. Keberhasilan negara-negara maju di dunia dengan monorail tidak semata soal lalu lintas menjadi teratur, karena proses awal pembangunan pilar/rail dan terminal/transit juga memberi dampak langsung kesempatan peluang pekerjaan. Terminal transit monorail yang diatur erterletak pada titik penting pusat-pusat keramaian usaha, dan lokasi-lokasi institusi penting, akan menghidupkan aktivitas berbagi peluang kemajuan usaha tiap segmen penduduk maupun wisatawan. Banyak orang akan tertib waktu, dunia usaha lebih tepat waktu, proses produksi dan perlintasan barang lebih tepat waktu. Tanpa kemacetan lalu lintas, roda ekonomi berputar cepat untuk seluruh segmen karena mereka bersama mewujudkan keteraturan waktu. Budaya disiplin akan tumbuh terbangun oleh hal ini.
Jika dibandingkan dengan dengan negara-negara maju di dunia, negara yang masih berkembang memang jauh mengalami kesulitan menemukan cara yang tepat untuk mewujudkan perencanaan transportasi yang berkelanjutan dengan lingkungan perkotaan yang sehat dan hemat energi. Hal tersebut disebabkan oleh program kerja pemerintah yang belum menyentuh bagian tersebut ditambah dengan kesadaran masyarakat di negara berkembang yang relatif masih rendah terhadap kepedulian lingkungannya.
Curitiba merupakan salah satu kota yang dapat dikategorikan dalam negara berkembang, sama halnya dengan Indonesia. Pada awalnya, sistem transportasi yang baik hanya berhasil diterapkan di negara maju saja karena negara berkembang memiliki masyarakat dengan pola piker terbatas dan sulit untuk diubah. Keberhasilan Curitiba telah membuktikan bahwa suatu perencanaan transportasi publik yang berkelanjutan dapat terwujud dengan komitmen yang kuat dan masyarakat yang memiliki pemikiran ke depan dalam mengubah gaya hidup untuk menciptakan keberlanjutan yang sebenarnya.
Tentunya Indonesia pun bisa belajar mengadopsi sistem transportasi massal ini untuk mengatasi kemacetan. Indonesia memang sudah banyak menerapkan sistem transportasi publik tersebut, namun masih tidak dapat diakatakan menghemat energi dan pelayanannya masih tergolong buruk, sehingga menyebabkan masih rendahnya minat masyarakat untuk menggunakan tranportasi umum dan meninggalkan kendaraan pribadi. Tapi segala sesuatu dalam upaya memperbaiki, atau meningkatkan atau mengubah itu selalu butuh waktu yang panjang dan biaya yang tidak sedikit untuk membangunnya.Terutama juga butuh ketidak nyamanan untuk sementara waktu. Hal itu lah yang sulit diterapkan di Indonesia, masyarakatnya cenderung tidak mau merasakan proses yang tidak nyaman tersebut, maunya jadi, tinggal menggunakan dan yang lebih memprihatinkan tidak adanya kemauan dan kesadaran untuk menjaga keberlanjutannya nanti. Seperti yang terjadi pada halte busway di Jakarta, kondisinya sangat buruk, dinding busway yang terbuat dari kaca malah diambil/dicuri untuk kepentingan pribadi. Kalau keadaan seperti itu dibiarkan terus-menerus, maka sistem transportasi yang berkelanjutan tidak akan mampu bertahan lama di negara kita.
Namun, yang perlu ditekankan pada seluruh lapisan masyarakat adalah bahwa ini bukan hal mustahil untuk dilakukan, butuh kemauan keras dan keseriusan pemerintah. Dan yang paling penting dari segala pembangunan, korupsi tidak ikut terbangun.Tetapi membangun negeri yang bersih korupsi.
Jadi pada intinya, pembangunan berkelanjutan dapat dicapai dengan penerapan tranportasi yang berkelanjutan. Hal itu dapat dicapai dengan sistem transportasi yang berbasis pada pejalan kaki (pedestrian), dalam artian memberikan akses yang baik terhadap para pejalan kaki tersebut melalui perbaikan sistem dan jaringan transportasi umum. Dengan memudahkan akses para pejalan kaki tersebut secara tidak langsung mereka akan berpikir bahwa berjalan kaki dan menggunakan angkutan umum itu nyaman dan aman. Itulah yang harus ditanamkan pada masyarakat kita sekarang, mengingat semakin tingginya tingkat pemanasan global yang terjadi di dunia terlebih lagi di Indonesia. Partisipasi positif sekecil apapun akan sangat berdampak baik pada keberlangsungan bumi kita. Terlebih lagi jika kita berpartisipasi dalam lingkup yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pentingnya Konsorsium Riset untuk Membangun Sistem Transportasi Berkelanjutan. http://www.ristek.go.id/index.php?module=News%20News&id=6714. (18 November 2010)
Anonim. 2004. Jakarta memerlukan Sistem Transportasi yang Berkelanjutan. http://www.pelangi.or.id/news.php?hid=46. (21 November 2010)
Anonim. 2010. Draft Pedoman Kriteria Transportasi Berkelanjutan. http://langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf?PHPSESSID=8df0d1fc6869a2f957b72b699a45fc0a. (18 November 2010)
Anonim. 2010. Lingkungan dan Infrastruktur Proyek Sektor: “Saran Kebijaka Transportasi”. http://www.hubdat.web.id/spesial-konten/pustaka/literatur/perencananaan-transportasi/497-p... - 1824k. (18 November 2010)
Anonim. 2010. Manajemen lalu lintas/Prinsip transportasi yang berkelanjutan. http://id.wikibooks.org/wiki/Manajemen_lalu_lintas/Prinsip_transportasi_yang_berkelanjutan. (18 November 2010)
Anonim. 2010. Transportasi Berkelanjutan. http://srwahyuni.blogspot.com/2008/08/transportasi-berkelanjutan.html. (18 November 2010)
Anonim. 2010. Jurnal IPB. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40860/3/Bab%201%20%202008uma.pdf. (21 November 2010)
Aini. 2010. Sustainable Transportation (Transportasi Berkelanjutan). http://ainiplanologi.blogspot.com/2010/05/sutainable-transportation-transportasi.html. (18 November 2010)
Aminah, Siti. 2010. Transportasi Publik dan Aksesibilitas Masyarakat Perkotaan. Jurnal Unair; http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Transportasi%20Publik%20dan%20Aksesibilitas.pdf. (18 November 2010)
Dewe. 2010. Visi Misi Transportasi. http://transportasi.bappenas.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=127&Itemid=74. (18 November 2010)
Heriyanto. 2010. Kenyamanan Transportasi Publik. http://www.espira.tv/news/kenyamanan-transportasi-publik. ( 21 November 2010)
Munawar, Ahmad. 2007. Pengembangan Transportasi Yang Berkelanjutan. http://munawar.staff.ugm.ac.id/wp-content/pidato-pengukuhan.pdf. (18 November 2010)
Nugroho, Lanugranto. 2008. Konsumen dan jasa transportasi. http://etd.eprints.ums.ac.id/4164/1/C100040073.pdf. (21 November 2010)
Sukarto, Haryono. 2006. Pemilihan Model Transportasi di DKI Jakarta Dengan Analisis Kebijakan “Proses Hirarki Analitik”. Jurnal UPH. http://jurnalsipiluph.files.wordpress.com/2006/12/vol313.pdf. (18 November 2010)
Ulimaz, Mega. 2010. Transportasi Publik Berkelanjutan di Curitiba. http://eghaulimaz.files.wordpress.com/2010/11/best-practice2.docx. (21 November 2010)
Umar, Fitrawan. 2009. Green Transport : Upaya Mewujudkan Transportasi Yang Ramah Lingkungan. http://fitrawanumar.blogspot.com/2009/12/green-transport-upaya-mewujudkan.html. (18 November 2010)
Widiantono, Doni. 2010. Green Transport: Upaya Mewujudkan Transportasi yang Ramah Lingkungan. http://bulletin.penataanruang.net/.../Topik%20Lain%20Green%20Transport%20edited%201.160509.pdf. (18 November 2010)
0 komentar:
Posting Komentar